Wednesday, September 29

Setia



Achilles mengerang, menghunus pedang namun sedang enggan berperang. Bukan karena terbayang remuk tulang dan riak darah. Menipis gagahnya diujung kesakitan. Ia tinggal demi wanita, aduhai cinta..

Seluruh isi hati berdendang, menggeliat-geliat senang. Rupa-rupanya ada yang datang. Akhirnya kekosongan ini segera terisi. Mendadak pulih, yakin bisa berlari dan siap berdansa di stepa. Ia memoles lipstik terbaiknya, mengangkat penuh payudara dan memakai jepit merah muda di ujung poni. Kusam cermin di depannya tak melunturkan betapa cantiknya ia, sekalipun tak ada seorangpun yang mengatakannya.

Senyum itu tersungging pilu, karena bukan pintu rumahnya lah yang diketuk. Dan terejembab ia pada lamunan palsu, seakan-akan ada seseorang menamparnya dan berkata: "siapa yang peduli padamu?" Terhenti asa itu di ujung pilu, seakan semua rasa hanyut di lautan imaji. Dadanya terasa sesak, seperti habis menghirup jelaga dapur seorang nenek tua. Mendadak hitam, kelam. Airmata serta ingus tertampung rapi di dada, naik turun. terisak. meronta. habis tenaganya dimakan keriput dan penantian panjang ini, takkan pernah usai.

Cermin enggan tertawa, walau demi tuhan ia bahagia. Ingin sekali ia mengusap lembut wanita itu, dan berkata: "lihat aku saja, dan kau akan temukan betapa cantiknya dirimu. Perhatikan aku saja, yang selalu memerhatikanmu."



Rissa Ramadhani Fauzia Kusnawan
15:40 PM
Wed, September 29th, 2010.
-- ketika langit mendung berseru: Tuhan, aku bingung!


No comments:

Post a Comment